Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI, Asnawi Abdullah. Dok. Istimewa
Jakarta: Kerjasama antara pemerintah, akademisi, dan industri semakin ditekankan dalam mendorong kebijakan pangan yang didasarkan pada bukti ilmiah untuk menghadapi tingginya angka penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia. Reformulasi pangan disebut sebagai salah satu strategi utama dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
PTM diketahui menjadi penyebab lebih dari 73 persen kematian di Indonesia, angka yang menjadikannya tantangan besar bagi sektor kesehatan nasional. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menilai reformulasi pangan perlu menjadi prioritas, seiring dengan upaya mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih dalam produk olahan.
Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI, Asnawi Abdullah, menekankan pentingnya tindakan nyata dari semua pemangku kepentingan dalam mengurangi beban penyakit yang dapat dicegah tersebut.
“Reformulasi pangan sangat penting, karena 73 persen kematian di Indonesia terkait dengan PTM,” ujar Asnawi yang dikutip, Kamis, 1 Mei 2025.
Ia menjelaskan, pengurangan kandungan zat-zat berisiko dalam produk makanan serta pelabelan gizi yang jelas akan membantu masyarakat membuat pilihan konsumsi yang lebih sehat.
“Kita harus bekerja sama menciptakan lingkungan di mana pilihan makanan yang lebih sehat dapat diakses dan diminati oleh masyarakat,” tambahnya.
Baca juga: Penyakit Tidak Menular hingga Endemik Masih Jadi Momok
Pendekatan ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk organisasi dan asosiasi industri pangan. CEO Food Industry Asia, Matt Kovac, menilai kolaborasi lintas sektor penting untuk menghadirkan solusi yang dapat diterapkan secara luas dan berjangka panjang.
“Kami berharap workshop ini menjadi awal dari kolaborasi jangka panjang yang sejalan dengan prioritas nasional Indonesia dalam bidang kesehatan dan gizi,” ungkap Matt Kovac.
Senada dengan itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, menyoroti pentingnya keseimbangan antara perlindungan kesehatan publik dan keberlanjutan industri.
“Indonesia terus membuat kemajuan yang stabil dalam mengatur sektor makanan dan minuman, yang memerlukan kolaborasi dari pemerintah, akademisi dan industri untuk menciptakan kebijakan berbasis bukti,” jelas Adhi.
Menurutnya, reformulasi pangan sebaiknya dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi lokal. Ia juga menekankan perlunya mengadopsi praktik global terbaik dengan tetap memperhatikan konteks nasional.
“GAPMMI berkomitmen untuk membantu pemerintah menciptakan peta jalan yang praktis, bertahap, dan terikat waktu untuk mencapai tujuan-tujuan ini,” ujar Adhi.