Ilustrasi. Foto: Daffana.com
Jakarta: AIA Group, perusahaan asuransi jiwa dan keuangan yang berbasis di Hong Kong, turut berkontribusi dalam membentuk generasi dan masa depan yang lebih sehat bagi siswa sekolah dasar dan menengah di Indonesia. Upaya ini diwujudkan melalui penyelenggaraan Kompetisi Sekolah Tersehat AIA.
“Program ini bertujuan untuk mempromosikan gaya hidup aktif, kesejahteraan mental, kesehatan, keberlanjutan, serta pola makan sehat di kalangan pelajar sekolah dasar dan menengah di kawasan Asia-Pasifik,” jelas Chief Marketing Officer AIA Group, Stuart A. Spencer, dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 5 Juli 2025.
Perlu diketahui, tantangan kesehatan yang dihadapi generasi muda di wilayah Asia Pasifik semakin kompleks. Oleh karena itu, Program Sekolah Tersehat AIA hadir sebagai wadah bagi sekolah-sekolah untuk memamerkan dampak positif yang telah mereka ciptakan, sekaligus menginspirasi institusi pendidikan lainnya.
“Kompetisi Sekolah Tersehat AIA bertujuan untuk memberikan apresiasi atas upaya luar biasa serta gerakan yang memicu dampak positif yang melampaui aktivitas pembelajaran di kelas. Program ini merupakan wujud nyata dari misi kami untuk membantu masyarakat menjalani hidup yang lebih sehat, panjang umur, dan berkualitas,” papar Stuart.
Sementara itu, AIA Group Chief Executive and President, Lee Yuan Siong, menyatakan bahwa Program Sekolah Tersehat AIA digagas sebagai respons terhadap masalah kesehatan yang semakin meluas di kalangan anak-anak, seperti diabetes, hipertensi, kecemasan, dan obesitas.
“Di sisi lain, kami juga melihat adanya semangat untuk menciptakan perubahan yang nyata dan bermakna. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan pada tahun 2024, sebanyak 94 persen siswa mengaku kini lebih memahami cara menjalani hidup sehat, dan 88 persen terlibat dalam diskusi tentang kesehatan di rumah maupun dengan teman-teman,” ujar Lee.
(SMP Negeri 43 Kota Bandung meraih AIA Outstanding Mental Wellbeing Award. Foto: dok Istimewa)
Mengubah sampah menjadi alat pembelajaran
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Sekolah Dasar Negeri Papela, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), berhasil memenangkan Kompetisi Sekolah Tersehat AIA 2025 dan menerima hadiah sebesar USD40 ribu. Penghargaan prestisius ini diberikan atas keberhasilan sekolah dalam mengatasi masalah literasi yang rendah, serta inovasi dalam mengubah sampah menjadi alat pembelajaran.
Menghadapi masalah sampah yang serius dan tingkat literasi yang rendah, sekolah ini meluncurkan inisiatif bertajuk ‘Ecolitera: Sampah Bercerita’ untuk mengubah sampah sehari-hari menjadi alat pendidikan, sekaligus mengajarkan siswa dan komunitas tentang pentingnya keberlanjutan.
Melalui Ecolitera, siswa mengumpulkan sampah plastik untuk ditukar dengan perlengkapan sekolah, menggunakan bahan daur ulang untuk membuat papan baca, dan membangun perabot kelas dari botol plastik yang diisi padat, dikenal sebagai ecobrick.
Ban bekas didaur ulang menjadi pot tanaman untuk menanam bahan pangan bergizi dengan dukungan dari klinik kesehatan setempat. Sementara itu, sampah organik diolah menjadi eco-enzyme, pupuk alami yang didistribusikan kepada petani lokal.
Proyek ini telah membawa perubahan signifikan. Hampir seluruh siswa kini memilah sampah, dan sebagian besar orang tua menerapkan praktik daur ulang di rumah. Keterampilan membaca dan menulis meningkat sebesar 70 persen, dan lebih dari 450 ecobrick telah berhasil dibuat. Taman sekolah juga mendukung pendidikan kesehatan, sementara produksi eco-enzyme telah memberikan manfaat bagi 24 petani.
Selain itu, SMP Negeri 43 Kota Bandung, Jawa Barat, berhasil meraih AIA Outstanding Mental Wellbeing Award dan mendapatkan hadiah senilai USD15 ribu. Prestasi ini diraih berkat inisiatif siswa dalam mengatasi masalah perundungan dan kesehatan mental melalui pengembangan aplikasi seluler.
Sekolah ini meluncurkan aplikasi ‘Bejakeun,’ yang berarti ‘berbicara’ dalam bahasa Sunda, sebagai upaya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi siswa. Aplikasi ini dirancang untuk mengatasi kekhawatiran terkait perundungan dan kesehatan mental yang semakin meningkat. Di daerah padat penduduk, di mana 30 persen siswa mengalami kecemasan atau depresi, sekolah ini mengambil pendekatan berbasis teknologi.
Siswa dan guru bersama-sama mengembangkan aplikasi ‘Bejakeun’ untuk memungkinkan pelaporan anonim tentang perundungan. Aplikasi ini dilengkapi dengan berbagai kegiatan pengembangan emosional dan spiritual, seperti pelatihan ESQ (Emotional & Spiritual Quotient), doa mingguan bersama, kampanye anti-perundungan yang dipimpin oleh siswa, serta kampanye melalui media sosial.
Hasilnya, terjadi peningkatan kepercayaan diri, empati, dan suasana positif di kelas, disertai dengan penurunan kasus perundungan. Orang tua dan guru melaporkan adanya peningkatan yang signifikan dalam kesejahteraan siswa.
“Keberhasilan dan perkembangan program ini adalah bukti komitmen luar biasa dari sekolah, guru, orang tua, dan kementerian pendidikan. Bersama-sama, kita membangun masa depan yang lebih sehat untuk generasi mendatang,” tambah Stuart.