Berita Online – Meskipun tidak merokok, perokok pasif memiliki kemungkinan mengalami masalah kesehatan yang serius karena terpapar asap rokok.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), sekitar 1,3 juta orang yang tidak merokok meninggal setiap tahunnya akibat terpapar asap rokok dari orang lain.
Selain itu, dr. Rizki Azaria, MMR menyatakan bahwa risiko terpapar zat berbahaya dari rokok pada perokok pasif bisa mencapai empat kali lebih besar dibandingkan dengan perokok aktif. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Baca juga: Apakah Asap dari Pembakaran Sampah Sama Bahayanya dengan Asap Rokok bagi Anak-anak?
Mengapa perokok pasif bisa lebih rentan?
Paparan asap rokok pada perokok pasif berasal dari dua sumber:
-
Asap yang dikeluarkan oleh perokok (mainstream smoke)
-
Asap dari ujung rokok yang sedang menyala (sidestream smoke).
Mengutip dari Verywell Health, sidestream smoke mengandung kadar zat berbahaya seperti karbon monoksida, amonia, dan tar yang lebih tinggi dibandingkan asap yang dihisap langsung oleh perokok.
Zat-zat tersebut tidak melewati proses penyaringan, sehingga lebih “mentah” dan beracun.
“Asap rokok yang melayang di udara bisa bertahan selama beberapa jam dan akan menempel di rambut, pakaian, sofa, serta berbagai benda di rumah. Ini yang membuat risiko bagi perokok pasif sangat tinggi,” ungkap Rizki kepada Berita Online.
Baca juga: Asap Rokok Menyebabkan Kulit Gatal dan Iritasi
Dampak kesehatan bagi perokok pasif
Menurut informasi dari Comprehensive Cancer Information, paparan asap rokok secara terus-menerus terbukti dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, di antaranya:
Kanker paru-paru: Risiko meningkat 20–30 kali pada orang dewasa non-perokok yang terpapar asap rokok.
Penyakit jantung koroner: Risiko meningkat hingga 30%.
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Gangguan kesuburan pada pria dan wanita.
Komplikasi kehamilan dan gangguan pada janin, seperti berat badan lahir rendah.
Penurunan sistem imun tubuh.
Sementara pada anak-anak, paparan asap rokok juga dapat meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan, asma, hingga sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).