Berita Online – Penanganan asma pada anak tidak bisa disamakan, melainkan harus disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala serta usia anak.
“Ada dua jenis obat yang digunakan untuk asma pada anak, yaitu obat pereda dan obat pengendali. Keduanya memiliki fungsi yang berbeda dan diberikan sesuai kebutuhan masing-masing pasien,” ujar Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI, Dr. Wahyuni Indawati, Sp.A, Subsp.Respi(K), dalam webinar yang diselenggarakan secara online oleh IDAI pada Selasa (27/5/2025).
Ia menambahkan, pemberian obat umumnya dilakukan melalui terapi inhalasi yang dinilai lebih efektif dibandingkan obat minum.
Baca juga: Batuk tak kunjung sembuh bisa menjadi tanda asma, ini penjelasannya…
Obat pereda, obat pengendali, dan terapi inhalasi
Menurut Wahyuni, obat pereda atau reliever diberikan hanya saat anak mengalami gejala asma, seperti batuk atau sesak napas.
Obat ini bekerja dengan cepat untuk melemaskan otot-otot di sekitar saluran napas sehingga anak bisa bernapas lebih lega.
Namun, untuk anak yang memiliki gejala asma yang muncul secara rutin atau disebut asma persisten, obat pereda saja tidak cukup.
“Pada kondisi asma persisten, kita harus memberikan obat pengendali. Obat ini diberikan setiap hari untuk mencegah munculnya gejala dan menjaga agar saluran napas tetap terbuka,” jelasnya.
Pemberian obat asma yang paling dianjurkan adalah melalui metode inhalasi karena obat bisa langsung mencapai saluran napas.
“Obat inhalasi bekerja lebih cepat, dosisnya lebih kecil, dan efek sampingnya pun lebih minimal dibandingkan obat oral,” kata Wahyuni.
Terdapat beberapa bentuk terapi inhalasi yang umum digunakan, seperti nebulizer, metered-dose inhaler (MDI), dan dry powder inhaler.
Untuk anak usia kecil, MDI harus digunakan bersama alat bantu bernama spacer, yaitu tabung yang menampung obat agar dapat dihirup secara perlahan.
Spacer membantu anak-anak, terutama bayi, yang belum mampu bernapas dalam secara terkoordinasi saat menghirup obat dari alat semprot.
“Kalau langsung disemprotkan tanpa spacer, sebagian besar obat hanya akan tertinggal di mulut, bukan sampai ke saluran napas bawah yang menjadi target terapi,” tegasnya.
Sementara itu, alat seperti dry powder inhaler hanya disarankan untuk anak-anak yang lebih besar, biasanya usia 9 tahun ke atas, karena penggunaannya memerlukan tarikan napas yang kuat dan dalam.
Baca juga: 8 dampak polusi udara pada sistem pernapasan
Mengenali gejala asma sejak dini
Asma pada anak bisa dikenali melalui gejala yang muncul secara berulang, terutama setelah beraktivitas atau di malam hari.
Gejala asma pada anak meliputi batuk terus-menerus, napas berbunyi (mengi), sesak napas, serta rasa berat di dada. Kondisi ini bisa mengganggu aktivitas harian anak dan bahkan kualitas tidurnya.
Orang tua disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter anak jika anak menunjukkan gejala-gejala tersebut secara berulang.
Diagnosis yang cepat dan terapi yang tepat akan membantu mencegah komplikasi jangka panjang dan menjaga kualitas hidup anak tetap optimal.
“Asma bisa dikendalikan, yang penting pengobatannya sesuai dan dilakukan secara rutin,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Berita Online WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah menginstal aplikasi WhatsApp ya.