Berita Online – Hipertensi perlu dikontrol sebab tekanan darah yang terus-menerus tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Meski telah ada beragam jenis obat, beberapa penderita hipertensi masih tidak “mempan” dan tekanan darahnya tetap tinggi.
Kondisi tersebut dikenal sebagai hipertensi resisten. Seseorang termasuk dalam kategori ini jika tekanan darahnya konsisten tinggi atau melebihi 140/90 mmHG, walau sudah diberikan tiga jenis obat penurun tekanan darah.
“Salah satu alasan tekanan darah tidak turun adalah aktivitas saraf yang berlebihan, sehingga meski dosis obat sudah optimal, tekanan darah tetap tidak berkurang,” jelas dr. Shidi Laksono Sp.JP (K) dari RS Jantung Siloam Diagram dalam sebuah acara di Jakarta (26/2).
Dokter biasanya akan memantau pengobatan yang diberikan selama enam bulan. Jika tidak membuahkan hasil, pasien tersebut dianggap mengalami hipertensi resisten.
Baca juga: Hipertensi Bisa Menjadi Risiko Munculnya Aneurisma, Ini Kata Dokter
Apa saja gejalanya
Banyak orang mungkin tidak merasakan gejala hipertensi resisten selama bertahun-tahun. Tanpa keluhan yang jelas, kebanyakan orang cenderung mengabaikan kondisi kesehatan mereka.
Namun, tekanan darah tinggi yang tidak diobati dapat membahayakan kesehatan. Meski tidak selalu merasakan gejala, beberapa orang mengeluhkan sakit kepala, tekanan di dada, atau sesak napas.
Oleh karena itu, tekanan darah harus dipantau secara rutin, terutama seiring bertambahnya usia.
Ada beberapa faktor penyebab hipertensi resisten, seperti gaya hidup yang kurang aktif, pola makan tinggi garam dan lemak jenuh, atau kelebihan berat badan.
Obat-obatan tertentu juga dapat memengaruhi tekanan darah, misalnya obat pereda nyeri seperti ibuprofen dan naproxen, obat pelega hidung, kontrasepsi hormonal, dan beberapa obat herbal.
Hipertensi resisten dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Baca juga: Mengapa Usia di Atas 40 Tahun Rentan Hipertensi
Pengobatan dengan teknik ablasi
Saat ini, tersedia pilihan pengobatan hipertensi resisten melalui teknik ablasi atau terapi panas berbasis kateter, yaitu renal denervation, untuk mengatasi hipertensi yang sulit dikendalikan.
“Sebelum melakukan tindakan ini, tim dokter akan memastikan apakah pasien memang mengalami hipertensi resisten dengan melakukan beberapa jenis pemeriksaan,” ungkap dr. Sidhi.
Prosedur renal denervation telah digunakan dalam dunia medis sejak tahun 2000-an dan kini telah mengalami perkembangan.
Menurut dr. Sidhi, ada beberapa jenis alat yang digunakan oleh dokter dalam tindakan ini, sesuai dengan kebutuhan pasien.
“Secara umum, dokter akan memasukkan selang kecil ke pembuluh darah menuju saraf-saraf di ginjal, kemudian memanaskannya agar saraf yang memengaruhi tekanan darah menjadi tidak aktif,” jelasnya.
Tujuan terapi ini adalah mengontrol tekanan darah dan mengurangi konsumsi obat. Menurut dr. Sidhi, pasien belum bisa sepenuhnya berhenti minum obat karena sifat hipertensi yang bersifat jangka panjang.
“Namun, mengurangi konsumsi obat dari yang tadinya 5 obat menjadi hanya satu atau dua sudah merupakan kemajuan yang signifikan,” ujarnya.
Tindakan ini kini menjadi salah satu layanan unggulan dari RS Siloam Jantung Diagram, yang didukung oleh tim kardiologi yang komprehensif.
Baca juga: Apa Tanda-tanda Tekanan Darah Naik? Ini Ulasannya…
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Berita Online WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.