Berita Online – Merasa kelelahan setelah hari yang sibuk adalah hal yang biasa. Namun, jika rasa lelah tersebut berlangsung terus-menerus, disertai hilangnya semangat, perasaan terasing dari diri sendiri, dan masalah emosional, kemungkinan Anda mengalami burnout, kondisi serius yang dapat memengaruhi struktur dan kerja otak.
Menurut Dr. Marjorie Jenkins, Chief Clinical Officer di perusahaan teknologi kesehatan wanita Incora Health, burnout berbeda dari sekadar kelelahan biasa.
“Burnout membuat kita mempertanyakan makna hidup, kehilangan gairah, dan merusak kesehatan mental. Intinya, kita kehilangan identitas diri,” ujar Jenkins.
Burnout seringkali disebabkan oleh stres berkepanjangan, kelelahan mental, dan perasaan terisolasi dari pekerjaan atau tanggung jawab hidup.
Bahkan, burnout tidak hanya memengaruhi kondisi psikologis, tetapi juga menyebabkan perubahan nyata pada struktur dan fungsi otak.
Baca juga: Mengenal Tanda-tanda Burnout dan Cara Mengatasinya
Burnout bisa mengubah struktur otak
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE tahun 2014 menunjukkan bahwa orang yang mengalami burnout karena pekerjaan memiliki lebih sedikit materi abu-abu di area otak yang terkait dengan pengendalian emosi dan fungsi kognitif.
Area tersebut meliputi anterior cingulate cortex dan dorsolateral prefrontal cortex.
Penelitian lain dalam Neuropsychopharmacology juga menemukan bahwa amigdala, bagian otak yang bertanggung jawab atas respons terhadap rasa takut dan stres, bisa menjadi terlalu aktif saat seseorang mengalami burnout.
Hal ini menyebabkan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit menenangkan diri, bahkan setelah penyebab stres hilang.
“Dari sudut pandang neurologis, burnout mencerminkan kegagalan otak dalam mengelola stres,” jelas Kevin J.P. Woods, Direktur Ilmiah di Brain.fm, perusahaan yang merancang musik untuk meningkatkan fokus.
“Otak memang memiliki sistem yang canggih untuk menghadapi stres jangka pendek, tetapi sistem itu tidak dirancang untuk menghadapi stres terus-menerus seperti dalam kehidupan modern.”
Baca juga: Mengenal Apa Itu Burnout, Penyebab, Ciri-ciri, dan Cara Mengatasinya
Faktor pemicu dan kelompok rentan burnout
Beberapa pemicu umum burnout meliputi beban kerja yang berlebihan tanpa kendali atas tugas, kurangnya penghargaan, ketidakseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, serta hubungan sosial yang renggang.
Budaya kerja yang toksik dan penggunaan teknologi tanpa jeda juga dapat meningkatkan risikonya. Meskipun siapa pun bisa mengalami burnout, beberapa kelompok lebih rentan.
Menurut Thea Gallagher, psikolog klinis dari NYU Langone Health, burnout seringkali dikenali ketika sudah terlambat.
“Orang bisa mengalami burnout bahkan di pekerjaan yang mereka cintai. Kita tetap membutuhkan batasan dan keseimbangan, meskipun mencintai pekerjaan kita,” katanya.
Beberapa kelompok yang berisiko tinggi meliputi:
- Pekerja di sektor bertekanan tinggi: Seperti tenaga kesehatan, guru, pekerja sosial, dan petugas darurat
- Perfeksionis dan overachiever: Orang dengan dorongan internal yang tinggi atau cenderung ingin menyenangkan orang lain
- Pekerja jarak jauh dan freelance: Minimnya batasan fisik antara pekerjaan dan rumah membuat mereka terus merasa “aktif”
- Perempuan dan kelompok terpinggirkan: Khususnya perempuan kulit berwarna, yang menghadapi stres tambahan dari ketimpangan dan mikroagresi
- Pemberi perawatan (caregiver): Baik merawat anak, orang tua lanjut usia, maupun keduanya.
- Orang tanpa dukungan sosial yang kuat: Ketika tidak ada tempat untuk berbagi beban, risiko burnout semakin meningkat
Pemulihan dari burnout membutuhkan waktu
Untuk pulih dari burnout, perubahan gaya hidup secara konsisten sangat diperlukan.
“Perubahan otak akibat stres kronis tidak bisa pulih dalam semalam,” jelas Woods.
Ia mengatakan sebagian besar pasien membutuhkan waktu tiga hingga enam bulan untuk merasakan perbaikan yang signifikan.
Woods menyarankan untuk mengambil jeda dari pikiran terkait pekerjaan setiap 90 menit. Interaksi langsung dengan orang terdekat juga efektif untuk meredakan stres.
Selain itu, olahraga ringan seperti berjalan kaki 20-30 menit per hari dan tidur yang cukup sangat dianjurkan.
“Pada akhirnya, tubuh kita membutuhkan istirahat agar terhindar dari burnout,” kata Jenkins.
“Tak peduli sekuat, secerdas, atau sesukses apa pun kita, setelah beristirahat, kita akan merasa lebih baik, bertenaga, dan bisa kembali menjalani hidup dengan semangat baru.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Berita Online WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah menginstal aplikasi WhatsApp ya.