Pembahasan tentang potensi pemanfaatan kecerdasan buatan dalam industri kesehatan. Foto: Denton HPRP
Jakarta: Industri kesehatan dan teknologi digital terus mengalami perubahan cepat, dipicu oleh integrasi kecerdasan buatan (AI) dan percepatan pembangunan pusat data.
AI telah mengubah cara kerja dunia medis dengan meningkatkan ketepatan diagnosis dan efisiensi layanan kesehatan. Sementara pusat data menjadi dasar utama ekosistem digital, mendukung target pertumbuhan ekonomi pemerintah hingga delapan persen dalam lima tahun ke depan.
Kedua isu strategis ini menjadi fokus utama dalam Dentons HPRP Law & Regulations Outlook 2025, yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis 20 Februari 2025. Seminar ini menghadirkan Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Transformasi Digital, Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan, Okto Irianto, sebagai pembicara utama, mewakili Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono.
Okto membahas strategi Pemerintah dalam mendukung pembangunan pusat data dan penggunaan teknologi AI untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen.
“Untuk merespons cepatnya perkembangan teknologi AI dan kebutuhan pusat data, Pemerintahan berkomitmen untuk segera menetapkan zonasi lahan pusat data di Indonesia. Zonasi pusat data diyakini akan memaksimalkan potensi manfaat teknologi informasi di berbagai industri,” ujar Okto.
Negara, menurutnya, harus dapat menyediakan regulasi yang dibutuhkan oleh semua pihak dalam perkembangan pusat data dan teknologi AI (kecerdasan buatan), sehingga Indonesia dapat mengoptimalkan peluang pusat data dan teknologi AI bagi kesejahteraan masyarakat dan membantu mengejar target pertumbuhan ekonomi.
“Pembangunan pusat data dan AI akan berhasil jika dilakukan zonasi, teman-teman dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang harus melakukan zonasi dan mencari ruang ideal untuk pusat data,” imbuh Okto Irianto, dalam seminar bertajuk The 5th Dentons HPRP Law and Regulations Outlook 2025: “Masa Depan Sektor Strategis di Pemerintahan Baru: Zonasi Lahan Data Center dan Terobosan AI di Sektor Kesehatan”.
AI tidak hanya membuka peluang besar dalam layanan kesehatan
Dorong regulasi AI untuk Inovasi Sektor Kesehatan,
Dalam diskusi panel, CEO Halodoc, Jonathan Sudharta, mengulas bagaimana AI tidak hanya membuka peluang besar dalam layanan kesehatan, namun juga menghadapi tantangan dalam penerapannya, terutama dalam regulasi.
Di sisi lain, dia mengapresiasi pola perubahan dan kecepatan Kementerian Kesehatan RI dalam mengadopsi teknologi AI.
“Kementerian Kesehatan sangat terbuka dan mengedepankan inovasi, bukan dari inovator, tetapi dari Pemerintah. Saya sangat menghargai ini,” ujar Jonathan.
Senada dengan hal tersebut, CEO Eden Sehat AI, Jonathan Natakusuma, membahas efektivitas AI dalam mendeteksi penyakit, termasuk pembuatan laporan radiologi kanker yang lebih cepat dan akurat. Dia memastikan perusahaaannya akan menjaga data pasien sesuai dengan standar yang ada.
Dari perspektif regulator, Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kesehatan/Chief Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan,
Setiaji, menegaskan pentingnya AI dalam pembangunan data kesehatan nasional, guna menciptakan layanan kesehatan yang lebih terintegrasi dan berkualitas.
“Visi Pemerintah adalah data kesehatan digital terintegrasi dan dilindungi. AI di bidang kesehatan saat ini mirip seperti perbankan 30 tahun lalu. Bagaimana perbankan mendigitalkan data 30 tahun lalu, ini yang dilakukan Kementerian Kesehatan saat ini. Data kesehatan setiap masyarakat ditangkap dari sejak awal, bahkan saat masih dikandungan. Ini karena masih tingginya kasus stunting di Indonesia,” terang Setiaji.
Sementara Partner Dentons HPRP, Nashatra Prita, menyoroti pentingnya regulasi yang adaptif agar AI dapat berkembang tanpa menghambat inovasi bisnis. Di sisi lain, dia mengingatkan penyedia jasa adalah pihak yang menerima manfaat dari pasien, sehingga harus mendapatkan persetujuan dari pasien untuk melakukan transfer data.
“Gap inilah yang perlu diisi dan diatur oleh regulasi,” jelas Natasha.
Zonasi lahan Data Center
Di sektor pusat data, Pandu Sjahrir, Founding Partner AC Ventures, mengulas tantangan utama yang menghambat percepatan pembangunan infrastruktur digital di Tanah Air. Ia menyoroti dibandingkan dengan negara lain, Indonesia masih perlu mengejar ketertinggalan dalam pengembangan pusat data, terutama dalam mendukung kebutuhan kecerdasan buatan (AI) dan pertumbuhan ekonomi digital.
“Indonesia menjadi tempat yang sangat menarik untuk pusat data. Semakin banyak pusat data di Indonesia, maka biaya komunikasi yang harus dikeluarkan masyarakat akan semakin murah dan semakin cepat penyebaran informasi kepada masyarakat,” papar Pandu.
Selain masalah lahan dan infrastuktur, Pandu menekankan faktor penentu keberhasilan perkembangan pusat data dan teknologi AI di Indonesia adalah kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Bahkan, dia meyakini jika Indonesia berhasil membangun banyak pusat data, maka SDM berkualitas yang sudah bekerja di luar negeri akan kembali ke Indonesia.
“Bangun pusat data tidak soal uang dan lahan saja, tetapi SDM. Pusat data dapat menjadi alasan menarik diaspora untuk kembali ke Indonesia. Kalau Anda tidak ingin SDM terbaik kabur aja ke luar negeri, ciptakan lapangan kerja di Indonesia yang melibatkan SDM berkualitas,” jelas Pandu.
Dari pandangan Pemerintah, Kepala Subdirektorat Perencanaan Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional II, Kementerian ATR/BPN, Galuh Aji Niracanti, menegaskan pentingnya zonasi lahan untuk pusat data dan menjadi salah satu prioritas untuk dapat mengakomodir kebutuhan di sektor industri ini. Melalui masukan dari berbagai pihak, kebijakan Pemerintah yang disusun akan dirancang untuk dapat mendorong investor mempercepat pembangunan pusat data.
Dari perspektif industri, Executive Director Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO), Michael Abimanyu, mengungkapkan bahwa sektor swasta menghadapi berbagai tantangan dalam pembangunan pusat data, termasuk dukungan regulasi dan kesiapan sumber daya manusia. Menurutnya, pelaku bisnis harus terus meningkatkan kompetensi teknis agar dapat bersaing di tingkat regional.
Sementara itu, Partner Dentons HPRP, Trijoyo Ariwibowo membahas aspek hukum dalam pembangunan pusat data. Dia mengatakan investor memang selalu menuntut kecepatan dalam pembangunan atau ease of doing business, bahkan sering kali membangun pusat data terlebih dahulu saat IMB masih dalam proses. Kondisi ini akan dapat diakomodir dengan adanya zonasi yang telah dilengkapi dengan fasilitas khusus yang dibutuhkan pusat data, sehingga mengurangi risiko hukum.
Kolaborasi Regulator dan Industri
Managing Partner Dentons HPRP, Sartono, menekankan seminar ini dirancang sebagai platform diskusi yang produktif bagi regulator dan pelaku industri dalam mengatasi tantangan regulasi serta mengoptimalkan peluang bisnis di era digital.
“Kami berharap seminar ini dapat menjadi forum yang memperkuat kolaborasi antara regulator dan sektor industri, guna memastikan kebijakan yang mendukung pertumbuhan bisnis pusat data serta pemanfaatan teknologi AI dalam layanan kesehatan,” ujar Sartono.
Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan utama, Dentons HPRP Law & Regulations Outlook 2025 berperan sebagai langkah strategis dalam merancang kebijakan yang lebih adaptif dan progresif, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mempercepat transformasi digital dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
(Muhammad Reyhansyah)