Ketua Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah. Foto: ina.go.id
Jakarta: Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investment Authority (INA) berhasil menarik investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) senilai Rp13,8 triliun pada tahun 2024. Jumlah itu setara dengan 2,5 kali lipat dari investasi ekuitas INA pada periode yang sama. Ini menjadi pencapaian tahunan tertinggi sejak INA didirikan.
Sepanjang 2024, INA telah merealisasikan delapan investasi di berbagai sektor prioritas, dengan total penyaluran modal mencapai Rp19,5 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp5,6 triliun berasal dari kontribusi INA, sedangkan Rp13,8 triliun berasal dari mitra investor.
“Seluruh investasi ini dirancang tidak hanya untuk menciptakan nilai jangka panjang, tetapi juga untuk mendukung agenda pembangunan ekonomi berkelanjutan Indonesia,” ujar Ketua Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah, dalam siaran pers pada Kamis, 17 Juli 2025.
Capaian ini mencerminkan tren pertumbuhan berkelanjutan INA, dengan total 15 transaksi yang telah direalisasikan hingga Desember 2024, senilai Rp60,9 triliun sejak pendiriannya pada 2020. Dari jumlah tersebut, Rp24,9 triliun merupakan kontribusi INA, dan Rp36,0 triliun berasal dari mitra investor. Hal ini menunjukkan kemampuan INA yang semakin kuat dalam menarik partisipasi asing yang signifikan.
Melanjutkan tren positif ini, total penanaman modal secara kumulatif bersama mitra investasi mencapai Rp65,4 triliun per Mei 2025. INA mengarahkan investasinya di tahun 2024 ke empat sektor prioritas nasional, yaitu transportasi dan logistik, energi hijau dan transformasi, infrastruktur digital, serta kesehatan.
Dengan menyalurkan modal ke sektor-sektor strategis tersebut, Ridha menjelaskan bahwa INA bertujuan untuk mendorong transformasi struktural, mengurangi kesenjangan infrastruktur, serta memperkuat layanan esensial yang akan meningkatkan daya saing Indonesia di masa depan.
Perkuat Infrastruktur Transportasi
Dalam upaya lebih lanjut untuk memperkuat infrastruktur transportasi Indonesia, INA berhasil menggandeng mitra global, Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) dan APG Asset Management, untuk berinvestasi di ruas Medan-Binjai dan Bakauheni-Terbanggi Besar di Jalan Tol Trans-Sumatra, dengan total nilai investasi Rp8,2 triliun.
Investasi ini merupakan perluasan terbaru dari platform jalan tol INA, yang sebelumnya telah mengakuisisi kepemilikan di ruas Kanci-Pejagan dan Pejagan-Pemalang di Jalan Tol Trans-Jawa.
Di sektor infrastruktur digital, INA bersama DayOne, sebelumnya dikenal sebagai GDS, membentuk joint venture untuk membangun platform pusat data berbasis AI di Indonesia. Fasilitas pertama yang berlokasi di Batam mulai beroperasi secara bertahap pada akhir 2024, dengan kapasitas total sebesar 72,4 MW.
Di sektor kesehatan, INA dan Swire Pacific Limited (Swire Pacific) telah menyelesaikan fase pertama investasi keduanya di PT Pertamina Bina Medika IHC (IHC) pada Juli 2024. IHC merupakan jaringan rumah sakit BUMN terbesar di Indonesia dengan 67 rumah sakit yang tersebar di seluruh nusantara, 37 di antaranya dikelola secara penuh dan memiliki lebih dari 4.000 tempat tidur.
Investasi ini sejalan dengan strategi bersama INA dan Swire untuk memperluas eksposur di sektor kesehatan, memperkuat infrastruktur layanan kesehatan Indonesia, serta membangun jaringan rumah sakit bertaraf global.
(Ilustrasi modal asing dalam bentuk dolar AS. Foto: dok MI/Rommy Pujianto)
Perluas Peluang Portofolio Infrastruktur
Selain itu, INA juga berinvestasi sebagai Strategic Limited Partner di salah satu manajer infrastruktur terkemuka. Investasi ini memberikan INA eksposur strategis terhadap peluang portofolio infrastruktur yang lebih luas di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Sejak awal, pendekatan investasi INA selalu konsisten, disiplin, berlandaskan fundamental yang kuat, dan berorientasi pada penciptaan nilai jangka panjang, sekaligus memastikan dampak pembangunan yang berarti bagi Indonesia,” tutur Ridha.
“Kami berinvestasi dengan penuh keyakinan pada berbagai peluang yang memberikan imbal hasil menarik dengan risiko terukur. Kami mencari ketahanan melalui investasi pada sektor dan industri yang memenuhi kebutuhan esensial dan berjangka panjang. Kami berinvestasi pada hal-hal yang kami yakini penting bagi Indonesia saat ini, dan akan terus dibutuhkan oleh generasi-generasi mendatang,” tambah dia.
Bersama mitra investornya, Asset Under Management (AUM) INA mencapai Rp144,3 triliun pada akhir 2024, meningkat 92 persen sejak INA didirikan. Pertumbuhan ini didukung oleh proses pembentukan modal secara berkelanjutan dan deretan peluang investasi bersama dari investor lebih dari 15 negara. Dari sisi kinerja keuangan, INA mencatat laba bersih sebesar Rp5,4 triliun di tahun 2024, meningkat 26,2 persen dari Rp4,3 triliun di tahun 2023.
Pada tahun 2024, INA memperoleh peringkat kredit pertamanya dari Fitch Ratings, yakni BBB (internasional) dan AAA (idn) (domestik), setara dengan peringkat Pemerintah Indonesia. Tahun tersebut juga mencatat kemajuan dalam praktik keberlanjutan.
Berdasarkan GSR (Governance, Sustainability, and Resilience) Scoreboard 2024 dari Global SWF, lembaga internasional yang menilai sovereign wealth fund dari aspek tata kelola, keberlanjutan, dan ketahanan, INA meraih skor 64 persen, melampaui rata-rata global sebesar 53 persen.