AHF Indonesia memperingati Hari Kesehatan Menstruasi bersama siswa SMPN 141 Jakarta. Foto: Dok AHF Indonesia.
Jakarta: Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mensturasi, AIDS Healthcare Foundation (AHF) Indonesia mengeluarkan seruan untuk mencapai kesetaraan. Hal ini penting guna mengatasi berbagai tantangan seperti stigma, tabu, budaya, dan minimnya akses terhadap kebersihan menstruasi yang merendahkan martabat dan meningkatkan risiko HIV di kalangan perempuan yang mengalami menstruasi.
“Kami harus memastikan bahwa perempuan dan anak perempuan yang sedang menstruasi memiliki akses yang setara ke pembalut, tes HIV, dan berbagai layanan perawatan penting lainnya,” ujar Country Program Manager AHF Indonesia, Asep Eka Nur Hidayat, dalam keterangan tertulis pada Selasa, 27 Mei 2025.
AHF Indonesia memperingati Hari Kesehatan Menstruasi bersama siswa SMPN 141 Jakarta. Peringatan Hari Kesehatan Menstruasi dilakukan setiap tahun pada tanggal 28 Mei.
Secara global, perempuan dan anak perempuan, terutama di wilayah seperti Afrika Sub-Sahara, menghadapi beban epidemi HIV yang tidak proporsional. Minimnya akses ke pembalut membuat mereka harus absen dari sekolah, yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan putus sekolah.
“Kondisi ini seringkali berujung pada meningkatnya praktik seks transaksional atau lintas generasi, yang membatasi kemampuan mereka untuk melakukan negosiasi dalam hubungan seksual yang aman, sehingga meningkatkan risiko penularan HIV,” tambah Asep.
Peringatan Hari Kesehatan Menstruasi oleh AHF di seluruh dunia merupakan bagian dari strategi pencegahan yang lebih luas, menyoroti hubungan antara kesehatan menstruasi dan HIV. Peringatan ini juga bertujuan untuk mendorong ketersediaan dan aksesibilitas produk menstruasi.
Bukan Sekadar Seremonial
Asep menegaskan bahwa Hari Kesehatan Menstruasi bukan hanya seremonial tahunan semata. Melainkan, Hari Kesehatan Menstruasi harus menjadi upaya untuk meningkatkan pengetahuan remaja perempuan Indonesia tentang manajemen menstruasi yang baik, kesehatan reproduksi, kebersihan menstruasi, serta memastikan mereka tetap bersekolah dan aktif dalam berbagai kegiatan.
“Ini tentang mengurangi stigma dan diskriminasi, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk berkembang selama masa menstruasi,” tandasnya.
Di seluruh dunia, hampir 2 miliar orang mengalami menstruasi. Namun, sekitar 500 juta di antaranya menghadapi berbagai kendala dalam mengelola menstruasi, termasuk kurangnya akses ke produk kesehatan menstruasi, fasilitas yang aman dan bersih, serta lingkungan yang mendukung.
“Hambatan-hambatan ini, ditambah dengan stigma sosial, dapat berdampak buruk pada kesehatan, absensi dari sekolah atau pekerjaan, serta mengganggu kesehatan mental,” kata Asep.