Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Medcom.id/Elma Rosana

Jakarta: Ketua Komisi IX DPR, Felly Estelita Runtuwene, menekankan pentingnya keadilan dalam perlindungan bagi tenaga kesehatan (nakes) dan pasien. Menurutnya, perlindungan harus diberikan secara seimbang kepada kedua pihak.

“Tidak adil jika undang-undang ini (UU Kesehatan) hanya melindungi nakes saja, tetapi juga harus melindungi masyarakat,” ujar Felly dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkes Budi Gunadi Sadikin serta organisasi profesi dokter, perawat, dan bidan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 2 Juli 2025.

Felly mengungkapkan bahwa Komisi IX menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait dugaan malapraktik. Dia mencontohkan kasus kelalaian di sebuah rumah sakit di Jakarta yang mengharuskan pasien menjalani tindakan medis berulang kali.

“Pasien dijadwalkan untuk operasi, namun ternyata terjadi kelalaian, di mana dua jarum tertinggal di dalam tubuh pasien. Akhirnya, dilakukan operasi lagi untuk mengangkat jarum tersebut,” jelasnya.

Menurut Felly, dalam kasus ini, pasien sangat dirugikan. Pasien terpaksa menerima tindakan medis yang seharusnya tidak perlu terjadi.

“Pasien membutuhkan kesembuhan, tetapi justru muncul penyakit baru. Jika unsur kesengajaan tidak ada, seperti yang disampaikan IDI, tidak ada dokter yang sengaja melakukan kesalahan. Namun, perlindungan bagi semua pihak harus menjadi prioritas. Tata kelola dan beban kerja dokter juga perlu diperhatikan,” kata Felly.

Legislator dari Partai NasDem itu menegaskan bahwa tata kelola rumah sakit perlu ditingkatkan. Selain itu, beban kerja dokter yang terlalu berat harus menjadi perhatian bersama. UU Kesehatan memperbolehkan seorang dokter berpraktik di tiga fasilitas kesehatan.

“Dari mana beban kerja ini berasal? Karena dokter juga praktik di tempat lain. Jika beban kerja menyebabkan masalah seperti yang dialami pasien, siapa yang bertanggung jawab?” tanyanya.

 

Felly meminta Menkes untuk memperbaiki tata kelola rumah sakit, termasuk mengelola tenaga kesehatan. Dia menekankan agar masyarakat tidak menjadi korban akibat manajemen rumah sakit yang buruk.

Majelis Disiplin Profesi (MDP) dan organisasi profesi, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), diharapkan memberikan sanksi tegas dan tidak memihak jika ada nakes yang melanggar kode etik.

“Keputusan dari majelis disiplin profesi harus benar-benar objektif, tanpa ada unsur kepentingan pribadi,” kata Felly.

Rapat ini diadakan sebagai respons terhadap banyaknya keluhan terkait dugaan malapraktik di beberapa rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta. Banyak keluhan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti dengan serius.

“Semua pihak membutuhkan keadilan. Dokter, perawat, bidan, dan lainnya perlu perlindungan. Pasien juga membutuhkan perlindungan. Jangan hanya satu pihak. Keadilan harus diwujudkan dengan SOP yang jelas. Jika hal ini tidak dilakukan, masalah seperti ini akan terus berulang,” tegasnya.