Ilustrasi. Metrotvnews.com.

Jakarta: Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menyatakan keprihatinan mendalam atas peningkatan tajam kasus sifilis di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terdapat lebih dari 23 ribu kasus sifilis yang tercatat sepanjang tahun 2024.

Sebagai catatan, sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang menyebar melalui hubungan seksual dengan individu yang sudah terinfeksi. Penyakit ini dipicu oleh bakteri Treponema pallidum yang masuk ke tubuh dan menginfeksi melalui luka di area vagina, penis, anus, bibir, atau mulut.

“Peningkatan kasus sifilis bukan sekadar masalah medis, melainkan juga indikasi lemahnya perlindungan negara terhadap generasi muda. Rendahnya tingkat edukasi, terbatasnya akses layanan kesehatan, serta kurangnya ketahanan keluarga merupakan beberapa faktor yang perlu diperbaiki bersama,” jelas Netty dalam pernyataannya pada Minggu, 22 Juni 2025.

Menurutnya, angka tersebut menunjukkan betapa pentingnya perlindungan kesehatan reproduksi yang harus dilakukan secara komprehensif, sistematis, dan sesuai dengan budaya bangsa.

Kemenkes menekankan bahwa sifilis dapat menyerang siapa saja, termasuk mereka yang tidak termasuk dalam kelompok perilaku seksual berisiko tinggi. Netty menegaskan bahwa penanganan penyakit menular seksual tidak cukup hanya dengan imbauan moral, melainkan memerlukan langkah-langkah konkret.

 

Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mendesak pemerintah untuk mengambil beberapa langkah. Pertama, memperkuat edukasi kesehatan reproduksi di sekolah dan masyarakat, dengan materi yang selaras dengan nilai-nilai, tidak vulgar, dan sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.

Kedua, menyediakan layanan deteksi dini sifilis secara gratis dan rahasia di Puskesmas serta layanan kesehatan primer, agar masyarakat tidak enggan memeriksakan diri. Ketiga, memperkuat ketahanan keluarga serta perlindungan anak dan remaja, sehingga mereka memiliki pegangan nilai dan lingkungan yang mendukung hidup sehat.

Keempat, membangun sinergi antar kementerian bersama tokoh masyarakat untuk menciptakan gerakan sosial yang mampu mencegah penyebaran penyakit menular seksual melalui pendekatan preventif dan kultural.

“Pemerintah harus hadir tidak hanya saat terjadi lonjakan kasus penyakit, tapi lebih penting lagi, saat anak-anak kita membutuhkan panduan untuk hidup sehat dan bermartabat. Ini bukan sekadar masalah kesehatan, melainkan menyangkut masa depan bangsa,” tegasnya.