Mahasiswa ilustrasi. Foto: MI/Bary Fathahillah.

Jakarta: Pengamat hukum dan politik Pieter C Zulkifli menekankan pentingnya pemerintah untuk tetap memprioritaskan perbaikan di bidang pendidikan dan kesehatan. Belakangan, kedua sektor ini dianggap kurang mendapat perhatian karena fokus yang lebih banyak tercurah pada retorika politik yang tidak jelas arahnya.

Menurutnya, kemajuan suatu peradaban bukanlah hal yang mustahil jika dibangun dengan visi jangka panjang dan kebijakan yang konsisten. Hal ini terbukti dari ketergantungan global terhadap industri manufaktur, teknologi, serta lembaga pendidikan dan kesehatan.

“Bagaimana dengan Indonesia? Kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, bonus demografi, dan letak geografis yang strategis. Namun, kita belum menunjukkan kemajuan yang signifikan,” ujar Pieter dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 18 Juni 2025.

Ia menjelaskan bahwa sejarah negara-negara maju selalu diawali dari dua fondasi utama, yaitu pendidikan yang mencerdaskan dan sistem kesehatan yang merata. Tanpa kedua hal ini, pembangunan hanya akan menciptakan ilusi kemajuan semata.

Namun, semangat reformasi di sektor pendidikan dan kesehatan, menurutnya, terhalang oleh berbagai masalah serius. Mulai dari kasus perundungan dalam program pendidikan kedokteran, intoleransi di lingkungan kampus, hingga diskriminasi dalam pelayanan kesehatan.

Pieter menyarankan Indonesia untuk mencontoh apa yang telah dilakukan Tiongkok. Ia menjelaskan bahwa Tiongkok tidak hanya dikenal karena produk murah dan infrastruktur megah, tetapi juga berhasil membangun pengaruh global melalui sektor pendidikan.

Setiap tahun, ratusan ribu mahasiswa asing menimba ilmu di universitas-universitas Tiongkok. Mereka menawarkan beasiswa, meningkatkan fasilitas, dan menyesuaikan kurikulum dengan standar internasional.

“Apa yang mereka bangun bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga jaringan alumni internasional yang perlahan menjadi duta budaya bagi negara mereka. Tiongkok membangun opini global, memperluas pengaruh, dan menyebarkan bahasa mereka melalui jalur pendidikan,” ucap mantan Ketua Komisi III DPR tersebut.

Pieter juga mengungkapkan bahwa berbagai laporan internasional menunjukkan Indonesia masih tertinggal dalam indikator pendidikan dan kesehatan, bahkan jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara.

Ia menyatakan bahwa perhatian terhadap kualitas guru, infrastruktur pendidikan, dan pemerataan akses masih jauh dari yang diharapkan. Tanpa perbaikan menyeluruh, wacana tentang bonus demografi dan visi Indonesia Emas 2045 kemungkinan besar hanya akan menjadi slogan seminar, jauh dari realitas yang dihadapi masyarakat sehari-hari.

“Memang, pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Akses terhadap pendidikan berkualitas dan layanan kesehatan yang adil masih belum merata,” tuturnya.