Berita Online – Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) atau yang sering disebut dokter kandungan mengingatkan tentang bahaya kehamilan di usia remaja.
“Kehamilan di bawah usia dewasa termasuk dalam kategori berisiko tinggi,” kata
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) dr. Keven Pratama Manas Tali, SP.OG., kepada Berita Online pada Senin (16/6/2025).
Sayangnya, kasus kehamilan di bawah umur masih marak terjadi di Indonesia, bahkan dianggap sebagai hal yang biasa. Salah satu contohnya terjadi di Lombok Timur.
Mengutip pemberitaan Berita Online sebelumnya, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Lombok Timur Nurhidayati menyatakan bahwa masyarakat, terutama di daerah pedesaan, beranggapan bahwa menikah di usia muda bahkan di bawah umur adalah sesuatu yang baik.
Baca juga: Ibu Hamil Usia Anak di Lombok Timur Capai 779 Ribu pada 2024
Masyarakat masih memiliki stigma negatif yang kuat terhadap perempuan yang tidak menikah sejak dini.
Nurhidayati melaporkan bahwa terdapat sebanyak 779 kasus kehamilan di bawah usia 19 tahun di Lombok Timur sepanjang tahun 2024.
Meski angkanya mengalami penurunan, jumlah tersebut masih tergolong tinggi.
Pada 2023, kasus kehamilan di bawah umur di Lombok mencapai 1.114, sementara pada 2022 sebanyak 1.168.
Nurhidayati menjelaskan bahwa masyarakat setempat umumnya tidak menyadari risiko kesehatan yang timbul dari kehamilan di usia anak.
“Jika mereka mengetahui bahaya kehamilan di usia muda terhadap kesehatan, mungkin mereka akan berpikir ulang untuk tidak menikah di usia anak atau, jika terpaksa sudah menikah, menunda kehamilan hingga usia yang lebih tepat,” ujarnya.
Lalu, apa saja risiko kehamilan di usia remaja? Simak ulasannya berikut ini.
Baca juga: Olahraga Aman untuk Ibu Hamil, Simak Tips dari Dokter Kandungan
Keven menjelaskan bahwa kehamilan di usia remaja membawa risiko besar baik bagi sang ibu maupun bayinya.
Ia menyebut beberapa risiko kesehatan yang mungkin muncul, seperti anemia pada ibu dan janin, pertumbuhan janin yang terhambat, kelahiran prematur, serta potensi masalah kesehatan mental pada ibu muda.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), komplikasi selama kehamilan atau persalinan menjadi penyebab utama kematian global pada ibu hamil berusia 15-19 tahun.
Diolah dari Healthline dan WebMD, berikut ini adalah beberapa risiko kehamilan di bawah umur:
Remaja yang hamil memiliki risiko lebih tinggi mengalami anemia.
Anemia adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah dalam tubuh berada di bawah normal.
Kondisi ini bisa membuat ibu hamil merasa lemas dan lelah, serta memengaruhi perkembangan bayi.
Anak di bawah umur yang hamil berisiko lebih tinggi mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) dibandingkan wanita yang hamil di usia 20-an atau 30-an.
Hipertensi dapat memicu kondisi yang disebut preeklamsia.
Preeklamsia adalah kondisi medis serius yang melibatkan hipertensi dan kelebihan protein dalam urine.
Kondisi ini menyebabkan pembengkakan pada tangan dan wajah serta kerusakan organ pada ibu hamil.
Preeklamsia juga mengganggu pertumbuhan janin dan dapat menyebabkan komplikasi kehamilan, termasuk kelahiran prematur.
Kehamilan normal berlangsung sekitar 40 minggu.
Bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu dianggap prematur.
Semakin awal bayi lahir, semakin besar risikonya mengalami berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan, pencernaan, penglihatan, kognitif, dan lain-lain.
Baca juga: Nutrisi Lengkap Penting untuk Ibu Hamil yang Alami Perubahan Besar
-
Bayi dengan berat lahir rendah
Wanita yang hamil di bawah umur memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Kondisi ini umumnya terjadi pada bayi prematur karena waktu tumbuh kembang dalam rahim yang lebih singkat.
Bayi dengan berat badan lahir rendah biasanya memiliki berat antara 3,3-5,5 pon (1,5-2,5 kg).
Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah memiliki berat kurang dari 1,5 kg.
BBLR dapat memengaruhi perkembangan otak anak, dan anak-anak yang lahir dengan kondisi ini sering kali mengalami kesulitan belajar.
Selain risiko berat badan rendah, bayi yang lahir dari ibu di bawah umur juga memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.
Kehamilan di usia remaja juga meningkatkan risiko depresi.
Hal ini umumnya disebabkan oleh rasa takut dan khawatir untuk memberitahu keluarga dan teman-teman.
Tidak berbicara dengan orang lain dan tidak mendapatkan dukungan yang dibutuhkan selama mengalami perubahan biologis dapat membuat seorang remaja merasa terisolasi dan tertekan.
Hal ini dapat menimbulkan masalah di rumah dan di sekolah.
Akibatnya, banyak remaja yang hamil putus sekolah, dan beberapa di antaranya tidak menyelesaikan pendidikannya.
Pada akhirnya, hal ini berpotensi membawa mereka ke dalam kehidupan kemiskinan.
Konsekuensi ini tidak hanya dialami oleh remaja perempuan, tetapi juga remaja laki-laki yang menjadi ayah.
Remaja yang menjadi ayah cenderung 30 persen lebih kecil kemungkinannya untuk menyelesaikan pendidikan menengah atas dibandingkan remaja laki-laki lainnya.
Kekhawatiran tentang kesehatan pasangan, keterbatasan finansial, tantangan pendidikan, dan tekanan lainnya dapat membebani mental, fisik, dan keuangan para calon ayah remaja.
Keven menambahkan bahwa secara biologis, wanita lebih siap untuk hamil pada usia 20-an tahun ke atas.
Baca juga: Dari Kasus Dugaan Pelecehan oleh Dokter Kandungan: Ketahui SOP USG Kehamilan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Berita Online WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.